Selasa, 14 Januari 2020 sekitar pukul 16.00 keluarga besar Pondok Al Anwar bisa mengunjungi Monumen Nasional Indonesia di Jakarta.

Ratusan santri berjalan dengan semangat menyusuri area plataran Monas menuju loket masuk Monumen. Disana santri disambut oleh petugas monumen dengan ramah.

Terletak di gedung Kemerdekaan, Petugas menceritakan detail monumen serta sejarah Monumen kepada para santri.

Monas dibangun di areal seluas 80 hektar, diarsiteki oleh Frederich Silaban dan R. M. Soedarsono. Pembangunan dimulai pada 17 Agustus 1961 dan dilakukan dalam tiga tahap.

Tahap pertama selesai pada 1963, dilakukan pembangunan pondasi dengan 284 pasak beton dan 360 pasak bumi, dinding museum di dasar bangunan dan obelisk.

Tugu Monumen Nasional yang biasa disebut Monas memang fenomenal, tinggi 132 meter, dengan lidah api pada bagian atasnya yang terbuat dari bahan emas seberat 38 kilogram ini.

Tugu setinggi 117,7 meter sebagai lingga yang melambangkan laki-laki dan pada pelataran bawahnya yang berbentuk cawan setinggi 17 meter adalah Yoni yang melambangkan perempuan.

Sehingga Lingga dan Yoni merupakan lambang kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling melengkapi sejak masa prasejarah Indonesia.

Di bagian dasar monumen, terdapat Museum Sejarah Nasional Indonesia. Ruang besar museum sejarah dilengkapi dengan 51 diorama yang menampilkan sejarah Indonesia sejak masa pra sejarah hingga masa Orde Baru.

Di gedung berbentuk cawan terdapat Ruang Kemerdekaan berbentuk amphitheater. Ruangan ini menyimpan simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia, diantaranya naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Lambang Negara, Peta Negara dan lainnya.

Untuk menuju ke puncak monas, sebuah elevator (lift) berkapasitas 11 orang, akan membawa pengunjung menuju pelataran puncak Monas yang berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah.

Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala lampu perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 kilogram.

Lidah api setinggi 14 meter ini menjadi simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan.

Awalnya nyala api perunggu dilapis lembaran emas seberat 35 kilogram, akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah abad (50 Tahun) Kemerdekaan Indonesia pada 1995, lembaran emas dilapis ulang sehingga beratnya mencapai 50 kilogram lembaran emas.

Puncak tugu berupa “Api Nan Tak Kunjung Padam” bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa.

Semoga semagat berjuanang, belajar dan semangat nasionalisme para santri tak pernah padam seperti simbul api nan tak kunjung padam di puncak Monas. Amin…

Share.

Comments are closed.

Exit mobile version